Kamis, 19 Februari 2009
Kita semua tentu tidak menginginkan polemik yang pernah terjadi dalam proses divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara akan terulang dalam investasi PT. Emaar Properties. Bersama Newmont, pemerintah pernah tertipu. Pemerintah dijanjikan divestasi saham yang berarti nasionalisasi Newmont. Nyatanya, saham yang akan dilepas ke pemerintah dalam proses divestasi justru telah tergadai.
Ke mana kita akan sembunyikan wajah kalau persoalan yang sama kembali terulang?
Saya sendiri menyimpan kekhawatiran. Hal tersebut bisa saja terulang dalam investasi Emaar. Belum apa-apa, kita sudah disuguhkan ketidakjelasan mengenai jumlah saham yang akan diperoleh pemerintah, pemprov NTB dan pemkab loteng dalam investasi Emaar.
Saya terkejut, karena setiap sumber yang diwawancarai memberikan jawaban yang berbeda-beda mengenai jumlah saham yang dikuasai Pemprov NTB dalam investasi tersebut.
Kali pertama saya bertanya kepada Hasbullah Muis, anggota DPRD NTB dari Fraksi PAN. Jawabannya, Pemprov NTB menguasai 15 persen saham dari total saham yang dikuasai pemerintah dalam investasi tersebut.
Kali kedua, kepada Wakil Gubernur NTB, Ir. H. Badrul Munir dan Kabag Humas Pemprov NTB, Andi Hadianto.
Jawabannya cukup mengejutkan. Wagub mengamini bahwa jumlah saham Pemprov NTB mencapai 35 persen dari seluruh investasi. Total saham pemerintah, menurut Andi lebih besar lagi, mencapai hampir 50 persen.
Kali ketiga, saya dengar langsung dari pemaparan Gubernur NTB, H. M. Zainul Majdi dalam rapat paripurna di DPRD NTB, Kamis (19/2) lalu. Gubernur bilang, pemerintah akan menguasai 15 persen saham sementara 85 persen akan jadi milik Emaar. Dari saham sebesar 15 persen tersebut, sebanyak 35 persen akan dikuasai oleh Pemprov NTB.
“Artinya, saham Pemprov NTB di dalam investasi itu, equivalent dengan 5 persen dari total seluruh investasi,” beber Gubernur.
Simpang siur informasi ini membingungkan. Belum lagi bicara soal tahapan-tahapan pelepasan hak pengelolaan lahan. Gubernur bilang, sebanyak 20 persen dari total luas lahan masih belum clear.
Mendengar semua ini saya hanya berharap, semoga kita tidak tertipu untuk kedua kalinya. Selamat bermain investasi!!!
Senin, 16 Februari 2009
Obama dan Wajah Baru Amerika
Negara adikuasa, Amerika Serikat, dipastikan punya presiden baru menyusul kemenangan mutlak Barack Obama atas John McCain dalam Pilpres Amerika Rabu (4/11). Naiknya Obama diprediksikan akan merubah wajah Amerika di mata dunia.
KEMENANGAN Obama ibarat sebuah operasi plastik yang sukses bagi Amerika Serikat (AS). Sejak dikuasai kubu republik selama sekian periode, negara adikuasa itu selalu menebar wajah sangar. Di bawah kepemimpinan Presiden George W. Bush, AS memang terlihat seperti tukang pukul kelas wahid.
Citra buruk AS itu terbentuk melalui kebijakan Bush yang senang dengan pendekatan kekuasaan (realis) dalam politik internasionalnya. Catatan perang yang ditorehkan Bush dalam lima tahun terakhir membuat AS jadi musuh banyak negara di dunia.
Selepas serangan teroris pada 11 September 2001 di World Trade Center dan Pentagon, AS di bawah komando Bush langsung melancarkan serangan balasan terhadap Afghanistan. Kekuatan militer Amerika yang digdaya berhasil menjatuhkan negara Taliban di sana.
Belum puas, AS kembali melancarkan perang dengan Irak pada tahun 2003. Perang ini dikenal sebagai perang teluk kedua. Melalui serangan ini, Paman Sam sukses membongkar tahta kepemimpinan Irak yang dipimpin Sadam Husein.
Sayangnya, meski Sadam Husein berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung, perang Irak tak kunjung usai. Sementara, korban dari kedua pihak terus berjatuhan. Isu perang Irak ini tak pelak memicu anjloknya citra para republikan di AS. Polling di berbagai media massa terus menyudutkan pengikut Bush.
Masyarakat kian memasang jarak dengan Bush dan para kroni partai republiknya. Popularitas McCain yang satu partai dengan Bush ambruk karena dukungannya terhadap perang Irak. Jauh sebelum pemilihan dilakukan, banyak pemilih yang sudah memastikan tidak akan memilih McCain.
Perang kontroversial di Irak memang telah membuat Amerika menjadi musuh dunia. Warga Amerika sendiri cukup jengah dengan kondisi ini. Maka kehadiran sosok presiden alternatif dari kubu partai Demokrat seperti Barack Obama sangat dinanti.
Setelah terpilih, hampir seluruh dunia menaruh harapan pada Obama. Kehadiran politisi yang pernah mengenyam pendidikan dasar di Indonesia ini sedikit banyak melegakan dunia politik internasional. Melalui motto kampanyenya, Change We Need Obama tak ragu menebar janji perubahan bagi masyarakat Amerika dan dunia.
Tak pelak, masyarakat Amerika dari seluruh ras, etnis dan golongan berebut memberikan suara untuknya. Dana kampanye yang dihimpun Obama dan jejaring tim pemenangannya bahkan berhasil menembus angka 1 milyar dolar AS. Jumlah tersebut merupakan rekor pengumpulan dana kampanye terbesar sepanjang sejarah perpolitikan di negeri paman sam itu.
Sebagai negara adikuasa, konstelasi politik Amerika jelas menentukan politik internasional. Naiknya Obama di pucuk kepemimpinan Amerika akan menimbulkan banyak perubahan. Obama misalnya, dengan tegas menyampaikan bahwa ia akan menghentikan perang Irak yang selama ini banyak menuai protes dunia Internasional.
Komitmen menjauhkan diri dari praktek ala kaum realis ini dimulai Obama dengan menutup penjara Guantanamo yang terkenal banyak menyimpan tragedi pelanggaran HAM.
Obama adalah tipikal pemimpin yang hidup dan berkembang dalam multikuluralisme. Ia keturunan kulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika. Tahun 2004 silam ia menjadi orang keturunan Afrika pertama yang memenangkan pemilihan ke Senat AS sebagai seorang Demokrat.
Sebagian pemerhati politik Internasional meyakini Obama akan mengedepankan pendekatan multilateral dalam penyelesaian hubungan antarnegara. Pendekatan ini dianggap lebih tepat untuk menjinakkan kekuatan-kekuatan politik baru di Timur Tengah, Amerika Latin dan Asia. AS sadar, benih-benih kepemimpinan anti AS telah berdiri kukuh dan membentuk semacam jejaring di seantero kawasan tersebut. Hal ini jelas harus diwaspadai oleh AS.
Pendekatan kaum realis di AS tampaknya tidak banyak mengubah keadaan dunia. Maka tak heran jika bandul kekuasaan dengan cepat bergulir ke tangan Obama yang mewakili kubu liberalis – idealis. Dengan tampilnya Obama, AS tampaknya tengah mengubah citranya di mata dunia.
Di era kepemimpinan Bush, pendekatan multilateral sangat jarang digunakan. Bush asyik memainkan status Amerika sebagai polisi dunia sehingga lebih mendahulukan pendekatan unilateral. Tak heran, banyak pemimpin negara lain yang merasa tak dihargai oleh Amerika. Resolusi PBB pun kerap dikangkangi oleh Amerika di era Bush.
Pemerintahan Bush menjalankan politik luar negeri dengan perhatian utama pada ancaman keamanan tradisional. Pemerintahan konservatif ini lebih indentik dengan isu great powers, rogue states, proliferasi senjata, dan menolak bersikap lunak terhadap negara yang diidentifikasi sebagai ancaman baginya.
Meski dianggap berseberangan dengan Bush, namun terpilihnya Obama juga banyak ditanggapi pesimis. Sebagian kalangan di Indonesia menganggap terpilihnya Obama tidak akan berpengaruh banyak terhadap watak dasar Amerika yang imperialis.
Obama, Mc Cain dan Bush, tak jauh beda. Mereka dianggap sama-sama mengemban ideologi kapitalisme dan berupaya memaksakan ideologi yang telah gagal tersebut pada dunia. Selama mengemban ideologi kapitalisme, AS akan terus menjalankan imperialisme sebagai langkah dalam menegakkan ideologi mereka di dunia.
Sebagian pengamat lagi menilai, kebijakan negeri Paman Sam itu sebenarnya merupakan kebijakan ideologi. Bukan sekedar kebijakan seorang. Imperialisme pada faktanya memang menjadi tuntutan bangsa AS.
Dengan berbagai pro kontra yang mengiringi dimulainya pemerintahan AS yang baru, Obama bagaimanapun telah memulai sebuah fase yang baru dalam sejarah dunia, khususnya Amerika. Bagaimana wajah baru Amerika nanti? Kita tunggu saja. (aan)
