Kampanye rapat umum alias kampanye monologis segera dibuka. Parpol beranggapan, model kampanye tersebut tidak lagi efektif mempengaruhi pemilih. Meski menyedot biaya dan mulai ditinggalkan, namun sebagian parpol masih menggandrungi kampanye model ini. Mengapa?
PEKAN depan PEMILU 2009 akan semakin semarak. Hal ini ditandai dengan dimulainya jadwal kampanye rapat umum, tanggal 17 Maret 2009. Anggota KPU NTB, L. Aktsar Ansory, SP, mengungkapkan, pihaknya telah menyediakan jatah 2 kali kampanye rapat umum tingkat nasional untuk masing-masing parpol di NTB.
Dengan jatah dua kali rapat umum setiap partai, KPU NTB harus menyiapkan sekitar 20 lapangan berlokasi strategis di seluruh NTB. Di NTB, GOR 17 Desember dan Lapangan Pacuan Kuda Selagalas siap dijadikan lokasi kampanye.
Dibukanya jadwal kampanye rapat umum nanti jelas akan menyedot histeria pemilih. Siap-siap saja menyaksikan rangkaian parade massa pendukung parpol, penampilan artis-artis ibukota, hingga orasi politik yang menggebu-gebu dari para jurkam. Pekan depan, euforia khas pemilu tersebut akan tersaji dihadapan kita.
Menghadapi dibukanya peluang kampanye tersebut, parpol-parpol menanggapi beragam. PDIP misalnya. Partai berlambang banteng moncong putih ini menganggap kampanye model itu tidak lagi efektif mempengaruhi massa pemilih. Wakil Sekretaris DPD PDIP NTB, Hakam Ali Niazi menilai, kampanye model ini hanya memboroskan biaya.
“Paling-paling masyarakat yang dateng hanya ngeliat penyanyi dangdutnya saja, tidak efektif,” ujar Hakam. Ia menilai, model kampanye yang dialogis lebih menohok kesadaran pemilih. Karenanya, ia menyatakan pihaknya kemungkinan besar tidak akan memaksimalkan seluruh jadwal kampanye rapat umum yang disediakan KPU NTB.
Kebijakan mengurangi model kampanye rapat umum juga kemungkinan akan diambil oleh PKB NTB. Ketua DPW PKB NTB, L. Akram Wirahady, SE, mengamini bahwa rapat umum alias kampanye yang bersifat monologis tidak lagi efektif mempengaruhi massa pemilih.
Setengah bercanda, Akram menyebut Pemilu 2009 sebagai pemilu yang berada dalam kepastian dan ketidakpastian. “Kepastian itu, pasti habis uangnya. Ketidakpastian, tidak pasti menangnya,” ujar Akram sembari tertawa.
Menurutnya, rapat umum jelas boros biaya. Ia menghitung, untuk mengangkut massa pendukung saja, partai harus merogoh kocek hingga puluhan juta. Akram menyebutkan, biaya sewa untuk satu truk yang mampu mengangkut 50 orang sekitar Rp. 500 ribu. Jika rapat dihadiri 5000 massa pendukung, maka uang yang keluar bisa menembus 50 juta.
“Belum kita hitung uang rokok, konsumsi, panggung, artis, baju kampanye,” keluh Akram. Karena mahal, maka untuk bicara soal menggelar kampanye berbiaya tinggi itu, Akram menyatakan pihaknya akan berpikir masak-masak.
Penilaian berbeda disampaikan Ketua DPW PKS NTB, H. Musleh Kholil, S.IP. Meski boros biaya, Musleh menegaskan dua kali jatah kampanye rapat umum itu akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh PKS. Hal ini, menurutnya telah diputuskan dalam rapat DPW PKS NTB beberapa waktu lalu.
Musleh menyadari, rapat umum memang boros dan tidak efektif. Namun, PKS punya tujuan lain. Fungsi kampanye model ini, tidak lagi diarahkan untuk semata-mata mengkomunikasikan program partai. “Tapi sebagai sebuah pesta rakyat, adalah sebuah keniscayaan, itu akan kita ambil,” ujar Musleh.
Sementara, Golkar yang tahun 2004 lalu menjadi pemenang pemilu di NTB tampaknya masih gamang menentukan pilihan. Sejumlah fungsionaris Golkar NTB yang dikonfirmasi Suara NTB beberapa waktu lalu menyebutkan pihaknya akan membicarakan terlebih dulu pilihan untuk melaksanakan kampanye rapat umum tersebut.
Wakil Ketua DPD Partai Golkar NTB, Drs. H. L. Sudjirman dan H. Wahidin, H. M. Noer, SE, menyatakan tidak sependapat jika kampanye monologis dikatakan tidak lagi efektif untuk menggalang dukungan. Menurutnya, model kampanye monologis ataupun dialogis memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. “Karena itu, kita akan lihat nanti,” ujar Wahidin. (aan)
Kamis, 12 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar